Setelah membaca doa Kafaratul Majlis dan Khatmil Qur’an, saya menyampaikan kepada anak-anak.
“PR buat besok. Shalat Subuh berjamaah di Masjid. Yang lewat depan rumah Om, ketuk pintu, salam, bangunin Om. Yang bangun duluan, bangunin yang lainnya.”
***
Lima belas menit sebelum Subuh, ada yang ketok pintu. Namanya Satria. Kelas 4 sekolah dasar. Ganteng wajahnya. Anak yatim. Hafalannya surat An-Naba’ 40 ayat, An-Nazi’at 46 ayat, ‘Abasa 42 ayat, At-Takwir 29 ayat, Al-Infithar 19 ayat, dan Al-Muthaffifin 20-an ayat.
Setelah membuka pintu, saya hampirin Satria. Dia langsung bilang, “Saya bangun jam 3, Om. Nunggu sampai Subuh.”
Ternyata, dia sudah membangunkan Dio dan Aldi yang jarak rumahnya tidak berjauhan dengan kontrakan kami.
“A’ Dio gak bangun,” lapor Satria.
“Siapa yang bangunin Aldi?” tanya saya sembari melirik Aldi yang sudah siap di depan rumahnya.
“Saya,” lirih Satria yang memang suaranya serak.
“Kamu ke Masjid duluan aja. Om Pir nyusul,”
Setelah melangkah 20 meter dari depan rumah, Aldi dan Satria terlibat dialog penting.
“Bangunin Rio, Febi dan yang lain yuk?” ajak Satria.
Mereka yang disebut namanya rumahnya agak jauh, tidak searah dengan lokasi masjid.
“Mereka mah gak bangun,” jawab Aldi.
“Bangunin aja. Siapa tahu bangun,” tawar Satria, meyakinkan.
Keduanya berpandangan. Berselang detik, “Ayo…” seru keduanya, hampir bersamaan.
Tidak lama kemudian, terdengar suara kaki dalam jumlah banyak dari belakang kontrakan.
Satria dan Aldi berhasil membangunkan Luthfi dan Rio. Keempatnya berjalan ke rumah Dio. Kembali berusaha membangunkan.
Bisa dibilang, Dio ini ketua ‘geng’. Selain hafalan paling banyak dan unggul di bidang lain, Dio juga paling bersih dan paling besar serta paling tua.
Saya bergegas membersihkan badan. Lalu menuju masjid.
Sesampainya di masjid, ternyata sudah ada Febi, Denis, dan Ridho. Sehingga, dari 10 orang yang ngaji dan diberi PR Subuh di Masjid, alhamdulillah ada 7 orang yang menjalankannya.
Satria. Aldi. Rio. Luthfi. Febi. Denis. Ridho.
***
Jangan pernah meremehkan apalagi merendahkan anak2 kita, seremeh apa pun tampilan fisik dan kualitas otaknya.
Kisah ini menjadi bukti. Saya hanya berkata di malam hari lepas ngaji, “PR lagi nih. Besok shalat Subuh berjamaah di masjid. Yang lewat depan rumah Om, ketok pintu dan salam, bangunin. Yang bangun duluan, bangunin yang lain.”
Jadi, buruknya generasi saat ini amat mungkin disebabkan ulah dan ketidakbecusan kita sebagai pendidik.
Akuilah, karena buktinya sdh nyata.
Sumber: kisahikmah.com
“PR buat besok. Shalat Subuh berjamaah di Masjid. Yang lewat depan rumah Om, ketuk pintu, salam, bangunin Om. Yang bangun duluan, bangunin yang lainnya.”
***
Lima belas menit sebelum Subuh, ada yang ketok pintu. Namanya Satria. Kelas 4 sekolah dasar. Ganteng wajahnya. Anak yatim. Hafalannya surat An-Naba’ 40 ayat, An-Nazi’at 46 ayat, ‘Abasa 42 ayat, At-Takwir 29 ayat, Al-Infithar 19 ayat, dan Al-Muthaffifin 20-an ayat.
Setelah membuka pintu, saya hampirin Satria. Dia langsung bilang, “Saya bangun jam 3, Om. Nunggu sampai Subuh.”
Ternyata, dia sudah membangunkan Dio dan Aldi yang jarak rumahnya tidak berjauhan dengan kontrakan kami.
“A’ Dio gak bangun,” lapor Satria.
“Siapa yang bangunin Aldi?” tanya saya sembari melirik Aldi yang sudah siap di depan rumahnya.
“Saya,” lirih Satria yang memang suaranya serak.
“Kamu ke Masjid duluan aja. Om Pir nyusul,”
Setelah melangkah 20 meter dari depan rumah, Aldi dan Satria terlibat dialog penting.
“Bangunin Rio, Febi dan yang lain yuk?” ajak Satria.
Mereka yang disebut namanya rumahnya agak jauh, tidak searah dengan lokasi masjid.
“Mereka mah gak bangun,” jawab Aldi.
“Bangunin aja. Siapa tahu bangun,” tawar Satria, meyakinkan.
Keduanya berpandangan. Berselang detik, “Ayo…” seru keduanya, hampir bersamaan.
Tidak lama kemudian, terdengar suara kaki dalam jumlah banyak dari belakang kontrakan.
Satria dan Aldi berhasil membangunkan Luthfi dan Rio. Keempatnya berjalan ke rumah Dio. Kembali berusaha membangunkan.
Bisa dibilang, Dio ini ketua ‘geng’. Selain hafalan paling banyak dan unggul di bidang lain, Dio juga paling bersih dan paling besar serta paling tua.
Saya bergegas membersihkan badan. Lalu menuju masjid.
Sesampainya di masjid, ternyata sudah ada Febi, Denis, dan Ridho. Sehingga, dari 10 orang yang ngaji dan diberi PR Subuh di Masjid, alhamdulillah ada 7 orang yang menjalankannya.
Satria. Aldi. Rio. Luthfi. Febi. Denis. Ridho.
***
Jangan pernah meremehkan apalagi merendahkan anak2 kita, seremeh apa pun tampilan fisik dan kualitas otaknya.
Kisah ini menjadi bukti. Saya hanya berkata di malam hari lepas ngaji, “PR lagi nih. Besok shalat Subuh berjamaah di masjid. Yang lewat depan rumah Om, ketok pintu dan salam, bangunin. Yang bangun duluan, bangunin yang lain.”
Jadi, buruknya generasi saat ini amat mungkin disebabkan ulah dan ketidakbecusan kita sebagai pendidik.
Akuilah, karena buktinya sdh nyata.
Sumber: kisahikmah.com