Sore itu Bunda Ina pulang kerja lebih awal dari biasanya. Hari rabu adalah jadwal rutin baginya untuk bercengkerama dengan keluarga dan putri kesayangannya. Jalanan di Jakarta memang tak bisa lepas dari kemacetan.
Begitu memasuki Jalan Bekasi Raya, terlihat antrian mobil-mobil besar berderet menunggu lampu hijau. Dengan pelan-pelan, motor itu menggeliat melewati truk dan container. Brak! Tiba-tiba sebuah motor menabrak ban belakang.
Bunda Ina tak peduli, rasanya sudah tak sabar hari ini untuk bertemu putri mungilnya. Begitu lampu hijau itu menyala, tubuhnya langsung ditundukkan dan gas pun langsung digenjot bak pembalap yang sedang mengejar finish.
“Alhamdulilah akhirnya sampai rumah” gumamnya. “Bundaaaa !”, suara anak kecil terdengar dari dalam rumah. Bunda Ina segera membuka pintu. Terlihat seorang gadis cilik berlari mendatanginya. ”
Halo Sayang, sudah belajar apa hari ini ?” sapa Bunda Ina. “ Belajar menyanyi Muhammadku Bunda.”, jawab gadis cilik itu. Bunda nanti malam certain tentang Nabi Muhammad ya!, pintanya sambil mengikuti bundanya yang sedang menuju kamar mandi.
Setelah selesai makan malam bersama anak semata wayangnya, Bunda Ina segera menuju ke rak-rak buku. Rak itu sudah mulai miring ke kanan karena beban buku yang cukup banyak. “Nah ini dia !” gumamnya.
“Sayang, sini! Bunda punya buku baru untuk Ina.” serunya. Anak kecil itu pun segera berjalan menuju ibunya. Matanya yang berbinar membuat Bundanya teringat akan ibunya. Mata itu menurun dari neneknya. Gadis kecil itu segera duduk dipangkuan ibunya dan membuka buku barunya.
“Sayang, Nabi Muhammad adalah kekasih Allah. Kita harus mencontohnya. Nabi mengajarkan kita untuk berpuasa. Setiap senin dan kamis beliau berpuasa sunnah. Orang-orang yang berpuasa nanti akan dipanggil oleh salah satu pintu surga.” Kata Bunda Ina.
“Tapi kok ayah jarang berpuasa senin kamis Bun!” sambut gadis cilik itu. “ Hah!” seru Ayah nya yang sedari tadi menonton TV jadi melongo karena celotehan anaknya.” Skak mat tuh, Yah. ” seru Bunda Ina sambil terkekeh dalam hati. “Bunda, besok Kamis, Ina mau belajar puasa boleh kan?” tanya Ina. “Tentu sayang. Ayok sekarang bobok dulu” jawab Bunda Ina.
Pagi itu waktu menunjukkan pukul 4 pagi. Segera Bunda Ina membangunkan suami dan anaknya untuk makan sahur. Setelah terdengar adzan subuh mereka pun segera bersiap-siap untuk ke masjid shalat berjamaah.
Pada pukul 7 pagi, Bunda Ina sudah siap mengantar anaknya ke TK di dekat rumah. Tas dan map pekerjaan hari ini dia taruh di motor karena sekalian berencana berangkat kerja. Ina pun hari ini terlihat ceria seperti biasanya meskipun sedang berpuasa.
Sekitar lima menit berlalu, Bunda Ina pun sudah sampai di depan TK. Ina segera turun dan mencium tangan Bundanya. “ Da da sayang, belajar yang rajin ya, Bunda mau kerja dulu” Kata Bunda Ina dan segera berlalu dari TK itu mengejar waktu masuk kerja.
Siang itu sudah mulai berlalu. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 14.30 WIB. Banyaknya pekerjaan yang menumpuk membuat Bunda Ina lupa untuk menelpon putrinya. Tas hitam di bawah meja itu pun segera di ambil.
Sebuah handphone berbalut kulit kecoklatan terlihat disana. Tangan itu terlihat gesit mengambil HP. Di layar HP terlihat tulisan Missed Call 3 kali. “Deeg”, jantung itu terasa berdesir sesaat. Nomor Missed Call berasal dari sekolah Ina anak semata wayangnya. Tanpa berpikir panjang, nomor itu langsung ditelpon balik.
“ Halo, Assalamualaikum” terdengar suara lembut dari HP. Bunda Ina segera mengenali suara itu. Bu Tantri guru sekolah Ina adalah jawaban tepatnya. “ Waalaikum, ini Bunda Ina. Ada apa ya bu Tantri tadi menelpon saya?” tanyanya dengan penuh kekhawatiran. “ Oh anu Bu. Mohon segera ke sekolah karena kayaknya Ina sakit” jawab Bu Tantri.
Bak petir di siang bolong, Bunda Ina kaget setengah mati. Segera dia kemasi tas dan kunci sambil berlari. Dia sudah tak perduli dengan semua agenda hari itu. Sesampainya di parkiran, dengan cepat motor itu distarter dan digeber tanpa ampun. Gas yang terlalu besaar pada gigi satu itu pun terdengar menderu bagaikan suara pesawat mau take off.
Tak sampai 20 menit Bunda Ina sudah berada didepan gerbang TK. Terlihat kepanikan di wajah Ibu Guru Tantri. “ Dimana anak saya, Bu?” Tanya Bunda Ina sambil tergopoh-gopoh. “ Itu Bunda, Ina sedang tiduran di lantai.
Dari jam satu tadi tidak mau beranjak dari sana. Kancing baju depannya di lepas dan perutnya ditempelkan ke lantai. Wajah nya terlihat agak pucat .“ jawab Ibu Tantri. Kaki Bunda Ina segera melangkah menuju gadis cilik yang sedang tiduran tertelungkup di lantai.
Sesaat gadis itu tersenyum melihat Bundanya. Keringat dingin mengucur di dahinya. “ Ada apa anakku ? Ina sayang sudah berbuka belum? Kalau belum ini, Bunda bawakan es krim kesayanganmu. Ayo kita makan bareng lalu nanti kita beli soto.” seru Bunda Ina dengan lembut.
“Enggak mau ah Bunda. Ina mau puasa sampai nanti sore” jawab gadis kecil itu dengan lugas.
“Cinta ku, yang disunnahkan puasa adalah orang gede yang sudah baligh. Ina sayang insyaAllah sudah dapat pahala berpuasa. Ina gak papa berbuka sekarang!” rayunya dengan penuh kecemasan.
Mata gadis kecil itu sedikit menyipit. Mulut kecilnya masih berseru dengan keras ” Enggak mauuuuu. Jangan paksa Ina berbuka Bunda”. Pikiran Bunda Ina mulai bingung. Perut putrinya yang ditempelkan ke lantai itu pasti karena rasa lapar dan haus akibat berpuasa hari ini.
Dengan penuh curiga ia pun bertanya, “ Kenapa Sayang kok nggak mau buka?”. Sejenak wajah gadis itu mendongak . Dipandangnya wajah ibunya dengan tajam.
Lalu suara kecil renyah itu dengan enteng menjawab, “Karena Ina pengen di surga bersama Nabi Muhammad, Bunda! “.
“Cesssss”. Tiba-tiba Bunda Ina merasa hatinya seperti dicelupkan ke dalam bongkahan es. Pikirannya pun melayang pada cerita akhir hayat Utsman bin Affan sahabat Nabi yang dijamin surga. Kala itu Utsman meninggal dalam keadaan berpuasa.
Sebelum wafat beliau bermimpi bertemu Rasulullah bersama Abu Bakar serta Umar dan ditanya, “Wahai Utsman, apakah Kau mau berbuka di dunia atau berbuka puasa bersama Kami?”.
Bersama kalian ya Rasullulah” jawab Utsman. Di siang hari itu sekelompok orang memukul Utsman dan wafatlah Utsman yang sedang berpuasa.
Sayup-sayup terdengar syair nyanyian Hadad Alwi mendayu-dayu dari radio musholla TK ,” Muhammadku… Muhammadku.. Aku Rindu.. Aku Rindu.. ”. Tak pelak perasaan Bunda Ina membuncah. Tangisnya pun tak tertahankan lagi. Dia rengkuh gadis itu dalam dekapannya seraya berkata:
“Maafkan kami ya Rasullulah. Kami belum mampu mencintaimu sebagaimana sahabatmu mencintaimu. Berlembar-lembar sirah yang kami baca, namun nafsu ini sering kali lebih kami ke depankan daripada mengikuti sunnahmu. Berikanlah syafaatmu bagi kami dan anak kami tercinta ya Habiballah. Anakku, Kami harus banyak belajar darimu dan caramu mencintai Rasulullah”
Oleh: Riswanto Warih Prabowo