Wa’alaikumussalam
Ulama yang berpendapat pelaku dihukum bunuh, berdalil dengan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَن�' وَجَد�'تُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاق�'تُلُوهُ وَاق�'تُلُوا ال�'بَهِيمَةَ
“Siapa saja yang kalian temui bersetubuh dengan binatang, jadi bunuhlah dia dan bunuh hewan yang jadi korban. ” (HR. Tirmidzi 1455, Abu Daud 4464, dan Ibn Majah 2564).
Cuma saja, hadis ini diperselisihkan kesahihannya oleh beberapa ulama. Disamping itu, hadis ini bertentangan dengan info Ibnu Abbas dalam kisah lain, yang mengatakan :
من أتى بهيمة فلا حد عليه
“Siapa yang berSetubuh dengan binatang, tidak ada hukuman spesial untuk dia. ” (HR. Tirmidzi, sesudah hadis no. 1455).
Artinya, syariat tak menetapkan hukuman spesial untuknya, namun hukuman untuk pelaku aksi ini dikembalikan pada kebijakan pemerintah. Seperti penjara atau diterpa.
Setelah itu, at-Tirmidzi mengatakan :
وَهَذَا أَصَحُّ مِنَ الحَدِيثِ الأَوَّلِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِن�'دَ أَه�'لِ العِل�'مِ، وَهُوَ قَو�'لُ أَح�'مَدَ، وَإِس�'حَاقَ“Hadis ini lebih kuat daripada hadis pertama (hukuman bunuh untuk pelaku setubuh dengan binatang). Beberapa ulama mengamalkan hadis ini, serta pendapat ini yang dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah. ” (Jami Tirmidzi, 4 : 57).
Pendapat ke-2 berikut sebagai pendapat sebagian besar ulama. Dan berikut pendapat yang lebih kuat, insya Allah. Kalau pelaku aksi menyetubuhi binatang, tak dibunuh namun dihukum sesuai kebijakan pemerintah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24 : 33).
Kenapa binatang sebagai korban mesti dibunuh?
Sejatinya ada perselisihan disini.
Pertama, Sebagian besar ulama –Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah– memiliki pendapat kalau binatang sebagai korban tidak dibunuh. Misalpun disembelih, bisa dikonsumsi, bila termasuk juga binatang yang halal dimakan.
Ke-2, pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan menilainya hewan ini haram untuk dimakan.
Ketiga, Madzhab Hanbali dan beberapa syafiiyah, kalau hewan ini dibunuh. Bahkan juga beberapa syafiiyah menegaskan kalau hewan itu haram dikonsumsi, walau dia termasuk binatang yang halal dikonsumsi. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas :
من وقع على بهيمة فاقتلوه واقتلوا البهيمة
Siapa yang bersetubuh dengan binatang jadi bunuhlah dia dan hewan sebagai korbannya. ”
Info Ibnu Abbas kalau tidak ada hukuman khusus untuk pelaku, cuma menyingkirkan status hukuman untuk pelaku. Sesaat perintah membunuh hewannya tetaplah berlaku. Allahu a’lam.
Apa hikmah membunuh binatang ini?
Dalam kisah Tirmidzi serta Abu Daud, sesudah menyampaikan hadis ini, Ibn Abbas di tanya : “Mengapa binatang itu ikut dibunuh? ”
Beliau menjawab :
ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم في ذلك شيئا، ولكن أرى رسول الله كره أن يؤكل من لحمها أو ينتفع بها وقد عمل بها ذلك العمل
“Saya tak pernah mendengar info dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini. Tetapi saya saksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci orang makan dagingnya atau memakai hewan ini. Serta hal itu sudah diamalkan. ”
Dalam Tuhfatul Ahwadzi dinyatakan :
“Ada yang menyampaikan, supaya tidak terlahir binatang dengan muka manusia. Ada pula yang mengatakan, supaya pelaku tidak alami rasa sedih terlalu berlebih didunia, dikarenakan lihat korbannya masihlah hidup. ” (Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Tirmidzi, 5 : 16).
Allahu a’lam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Bersetubuh dengan binatang termasuk dosa besar. Walau saat mengerjakannya, tidak sampai keluar mani. Beberapa ulama berbeda pendapat, apakah pelaku dibunuh atau mungkin dipenjara.
Bersetubuh dengan binatang termasuk dosa besar. Walau saat mengerjakannya, tidak sampai keluar mani. Beberapa ulama berbeda pendapat, apakah pelaku dibunuh atau mungkin dipenjara.
Ulama yang berpendapat pelaku dihukum bunuh, berdalil dengan hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَن�' وَجَد�'تُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاق�'تُلُوهُ وَاق�'تُلُوا ال�'بَهِيمَةَ
“Siapa saja yang kalian temui bersetubuh dengan binatang, jadi bunuhlah dia dan bunuh hewan yang jadi korban. ” (HR. Tirmidzi 1455, Abu Daud 4464, dan Ibn Majah 2564).
Cuma saja, hadis ini diperselisihkan kesahihannya oleh beberapa ulama. Disamping itu, hadis ini bertentangan dengan info Ibnu Abbas dalam kisah lain, yang mengatakan :
من أتى بهيمة فلا حد عليه
“Siapa yang berSetubuh dengan binatang, tidak ada hukuman spesial untuk dia. ” (HR. Tirmidzi, sesudah hadis no. 1455).
Artinya, syariat tak menetapkan hukuman spesial untuknya, namun hukuman untuk pelaku aksi ini dikembalikan pada kebijakan pemerintah. Seperti penjara atau diterpa.
Setelah itu, at-Tirmidzi mengatakan :
وَهَذَا أَصَحُّ مِنَ الحَدِيثِ الأَوَّلِ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِن�'دَ أَه�'لِ العِل�'مِ، وَهُوَ قَو�'لُ أَح�'مَدَ، وَإِس�'حَاقَ
Pendapat ke-2 berikut sebagai pendapat sebagian besar ulama. Dan berikut pendapat yang lebih kuat, insya Allah. Kalau pelaku aksi menyetubuhi binatang, tak dibunuh namun dihukum sesuai kebijakan pemerintah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24 : 33).
Kenapa binatang sebagai korban mesti dibunuh?
Sejatinya ada perselisihan disini.
Pertama, Sebagian besar ulama –Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafiiyah– memiliki pendapat kalau binatang sebagai korban tidak dibunuh. Misalpun disembelih, bisa dikonsumsi, bila termasuk juga binatang yang halal dimakan.
Ke-2, pendapat Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan menilainya hewan ini haram untuk dimakan.
Ketiga, Madzhab Hanbali dan beberapa syafiiyah, kalau hewan ini dibunuh. Bahkan juga beberapa syafiiyah menegaskan kalau hewan itu haram dikonsumsi, walau dia termasuk binatang yang halal dikonsumsi. Pendapat ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas :
من وقع على بهيمة فاقتلوه واقتلوا البهيمة
Siapa yang bersetubuh dengan binatang jadi bunuhlah dia dan hewan sebagai korbannya. ”
Info Ibnu Abbas kalau tidak ada hukuman khusus untuk pelaku, cuma menyingkirkan status hukuman untuk pelaku. Sesaat perintah membunuh hewannya tetaplah berlaku. Allahu a’lam.
Apa hikmah membunuh binatang ini?
Dalam kisah Tirmidzi serta Abu Daud, sesudah menyampaikan hadis ini, Ibn Abbas di tanya : “Mengapa binatang itu ikut dibunuh? ”
Beliau menjawab :
ما سمعت من رسول الله صلى الله عليه وسلم في ذلك شيئا، ولكن أرى رسول الله كره أن يؤكل من لحمها أو ينتفع بها وقد عمل بها ذلك العمل
“Saya tak pernah mendengar info dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini. Tetapi saya saksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci orang makan dagingnya atau memakai hewan ini. Serta hal itu sudah diamalkan. ”
Dalam Tuhfatul Ahwadzi dinyatakan :
“Ada yang menyampaikan, supaya tidak terlahir binatang dengan muka manusia. Ada pula yang mengatakan, supaya pelaku tidak alami rasa sedih terlalu berlebih didunia, dikarenakan lihat korbannya masihlah hidup. ” (Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Tirmidzi, 5 : 16).
Allahu a’lam